#Cerpen
CAHAYA PENCIPTA KEHIDUPAN
Oleh : Gita Dewi P

Dicelah fajar pagi usai menunaikan shalat subuh, Aisyah terdiam dalam ruangan. Dimana segala aktifitas dilakukan di dalamnya. Mulai dari tempat tidur, yang sekaligus sebagai dapur dan tempat beribadah itulah ia terdiam, melamunkan masa depannya. Ia bimbang harus melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau tidak. Jika ia melanjutkan pendidikan, lalu ia mendapat biaya pendidikan darimana? Lalu keluarganya makan apa? Pertanyaan itu terus terlontar tanpa ada jawaban yang pasti. Jangankan melanjutkan pendidikan, untuk makan saja pas-pasan, belum lagi ijasah SMAnya masih ditahan di sekolah kerena belum mampu melunasi uang gedung yang padahal telah diberi keringanan, begitu berat kehidupan yang ia rasakan. Jika mengingat, sebenarnya Aisyah tidak boleh mengikuti ujian nasional (UN), namun dikarenakan Aisyah adalah siswa terpandai di sekolahnya, bahkan ia sering membawa nama sekolahnya berkompetisi dan mengharumkan namanya di tingkat provinsi maupun nasional. Berkat kepandaiannya itulah sekolah memberikannya kesempatan untuk mengikuti UN dengan harapan, ia bisa meraih cita-citanya. Semua yang diingatnya sekarang selalu mendesak dirinya untuk mengalah pada keadaan. Sampai-sampai wajah cantiknya yang biasa memancarkan aura ceria itu seketika tersedih mendung hingga pecah dan membasahi pipi chabinya dengan lesung pipit yang kian mendalam itu. Ia menangis, berlari menuju kebun yang ada di belakang rumahnya.
Saat ia tengah asyik mengeluarkan suara tangisannya yang merdu, teringat dalam memori yang merekam suatu peristiwa.
“Anak-anak saya harus mendapatkan pendidikan terbaik. Sebisa mungkin apa pun yang bisa saya berikan, akan saya berikan agar anak-anak bisa mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Karena pendidikan adalah penyelamat kami” Kata-kata itu keluar dari lisan seorang ibu yang sangat Aisyah sangangi. Jauharoh namanya, ibu rumah tangga yang berjuang demi menghidupi keempat anaknya dari hasil kerja serabutan yang digelutinya. Beliau dikenal sebagai sosok ibu yang luar biasa di daerah tempat tinggalnya.
Tidak butuh waktu lama, terputar kembali “Karena pendidikan adalah penyelamat kami” kalimat itu terus terputar dengan jelas dalam memorinya. Kalimat  itulah yang kemudian menggerakkan hatinya untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Aisyah sebagai anak sulung, merasa mempunyai tanggung jawab jika kelak ibu tercintanya meninggal dan ia harus merawat dan membiayai kehidupan adik-adiknya tanpa kedua orang tua. Ia dan ketiga adiknya juga pernah bermimpi mempunyai ‘rumah yang seperti di film barbie’ hal itu yang ingin ia wujudkan untuk adik-adiknya. Sehingga hal itu membuat hatinya mantap mengambil keputusan, bahwa dia harus melanjutkan pendidikannya. Soal biaya itu urusan belakangan, karena bisa dicari. Apalagi kata guru-guru dan para kakak kelasnya yang telah menempuh pendidikan di perguruan tinggi menggatakan, bahwa banyak beasiswa yang ditawarkan bagi anak-anak yang berprestasi.
“aku pasti bisa” tekatnya dalam hati. Kedua tangannya mengelap air yang berkeliaran membasahi wajahnya. Kini tekatnya sudah bulat.
Tiba-tiba terdengar suara di tengah sunyinya pinggiran kota“Aisyah..? sayang?” ibunya memanggil. Sekali lagi ia memanggil dengan nada keras yang terdengar khawatir, seolah anak gadisnnya telah hilang diculik alien. Aisyah yang saat itu masih sibuk berlari menuju sumur untuk sekedar membasuh muka sekaligus ingin mengambil wudhu menjawab “dhalem buk..” dengan suara sedikit gemetar karena takut ibunya mengetahui dirinya baru saja menangis. Sang ibu menghampi sumber suara itu. Setelah lama berbincang-bincang, kemudian ibunya mengajak ia masuk ke rumah dan mengobrol berdua di ruang serba guna tersebut untuk membicarakan apa yang meyebabkan anak gadisnya itu menangis dipagi hari. Pada hari itu pula, telah diputuskan bahwa ibunya menyetujui bahkan sangat mendukung jika ia melanjutkan pendidikannya. Ibunya juga berkata bahwa beliau mempunyai tabungan selama dia bekerja di salon milik juragan Marwan. Ibu menjelaskan bahwa tabungan itu adalah hasil dari upah kerjanya yang dipotong 20%. Tetapi ibunya hanya berbohong, agar anaknya tidak merasa putus asa. Sampai detik inipun ibunya tidak mengetahui akan mendapatkan uang dari mana untuk membiayainya.
***
“dag . dig . dug” begitu jelas terdengar suara yang dihasilkan oleh jantung Aisyah. Suara itu terdengar semacam ketukan saat bermain musik atau sedang menonton pertunjukan drumband yang sedang memamerkan aksinya. Ketukan itu semakin kencang sehingga membuat orang yang mendengarnya mengalami sensasi seperti sedang menonton bioskop horor yang hantunya sedang mengejar seseorang untuk menjadi santapannya.
Pagi ini tepat pukul 08.00 adalah pengumuman hasil SNMPTN. 30 menit sebelum pengumuman online itu disebarkan, Aisyah bersama ketiga sahabatnya, Fatimah, Rifki dan Ucha telah berada di warnet. Waktu terus berjalan, hingga kini tepat pukul 08.00. Mereka sesegera mungkin membuka web SNMPTN untuk menghindari server penuh. Benar saja, web mereka mengalami nasip yang sama dari saking banyaknya orang yanng membuka alamat web tersebut. Server penuh ini memberikan sensasi berbeda kepada para calon mahasiswa baru itu tertama Aisyah, karna kini nasibnya tengah di ujung bumi seakan siap terjatuh.
Cukup lama menunggu, kini satu-persatu web sudah bisa dilihat. Fatimah anak paling pendiam dari empat orang itu diterima di Universitas Air-langga surabaya jurusan kedokteran, Ucha yang mempunyai style paling mewah diterima di UGM jurusan Psykolog, Rifki anak yang paling keras kepala diterima di UGM jurusan kimia jurusan yang sebenarnya diinginkan oleh Aisyah sejak ia SMP. Akan tetapi program studi kimia tidak terdaftar di kartunya karena banyak pertimbangan yang mengarahkan ia untuk mengambil jurusan lain.
Sampai detik ini, web milik Aisyah masih belum keluar hasilnya. Perasaannya makin tidak keruan ketika webnya masih belum bisa. Ia semakkin putus asa apa lagi ia terdaftar sebagai pelamar Bidikmisi. Ia khawatir statusnya sebagai pelamar bidikmisi akan berpengaruh. Saat itu ia hanya berpasrah dan mengharap ada cahaya keajaiban sebagai penerang hidup dan penyelamat bagi kehidupan keluarganya. Sekitar 15 menit kemudiaan, webnya sudah bisa dilihat, hasilnya Aisyah diterima sebagai pelamar bidikmisi dan calon mahasiswa yang akan mengikuti kegiatan ospek di UGM jurusan Hubungan Internasional. Wajahnya terlihat dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak, antara senang, terharu dan kaget bercampur jadi satu. Membentuk satu kesatuaan cahaya yang sulit dipahami itu terpancar dari wajahnya. Semua orang memberi selamat, semua orang kagum dan keluarganya kini telah mempunyai setitik cahaya untuk kehidupannya. Walau akan ada banyak cobaan yang akan menimpahnya dan akan banyak ujian kehidupan yang pasang surut mewarnai dunianya. Aisyah tetap pada tekatnya “aku pasti bisa” dan kalimat penyemanyatnya “Karena pendidikan adalah penyelamat kami”. Ia berjanji pada saat itu untuk tidak menyia-nyiakan waktu dan agar kerja keras ibunya tidak terbuang sia-sia untuk membiayainya, diapun tidak ingin memakai uang rakyat demi hura-hura semata. Kesempatan itu ia gunakan sebaik-baiknya.
***
17 tahun kemudian. Aisyah yang kini menjadi wanita dewasa telah mengalami dan memberi banyak perubahan. Ia sudah mempunyai keluarga. Keluarga yang luar biasa memberinya dukungan untuk berbakti kepada orang tuanya. Ibunya yang mulai menua kini tidak ia perbolehkan untuk bekerja.Walaupun ai berbakti kepada orangtua dan berkarir ia tidak pernah lupa kepada urusan keluarganya.
Perubahan itu sangat eksotis ,bukan hanya pada dirinya, tetapi pada kehidupan keluarganya. Sekarang ia menjadi menteri luar negeri di Singapure yang masa jabatannya akan habis dalam waktu 3bulan kedepan. Kini berkat kerja keras yang ia lakukan dan semangat serta doa dari ibunya ia bisa sukses seperti sekarang. Bahkan jauh sebelum adik-adiknya sukses, Aisyah sudah bisa mewujudkan mimpinya bersama adik-adiknya yaitu, merasakan punya ‘rumah yang seperti di film barbie’.  Zaman ini adik-adiknya sudah mempunyai kehidupan yang sangat layak dan semua memiliki karir yang baik.

Berkat setitik cahaya itu, keluarganya tak lagi sengsara mencari uang. Bahkan setitik cahaya itu kini kian melebar dan sinarnya dapat menerangi sudut-sudut kehidupan. Cahaya itu saat ini dapat merubah pandangan yang gelap tentang perempuan.

Comments

Popular posts from this blog

Lirik + Not Angka Lagu Symphony - Cleat Bandit feat. Zara Larsson dan terjemahan Indonesia

NOT Angka + Lirik dan Terjemahan lagu Faded~Alan Walker

Cerita di balik Surat Cinta Untuk Strala