Kepemimpinan Administrasi

KEPEMIMPINAN ADMINISTRASI: MENJADI PEMIMPIN YANG BAIK BERDASARKAN MODEL KEPEMIMPINAN


Ditujukan guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Kepemimpinan Administrasi
Dosen pengampu
Dr. Selfi Budi H. M.Si

Oleh
Gita Dewi Purwaningtyas
NIM 160910201060


ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2017

Menjadi pemimpin yang baik bukanlah suatu pekerjaan dan tanggung jawab yang mudah. Bagaimana seseorang dikatakan berhasil dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin ialah berdasarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang mulai membaik. Sebelum melangkah dalam pembahasan yang lebih dalam, dalam paragraf pertama ini saya akan memaparkan pengertian dari kepemimpinan untuk meluruskan dan menyamakan pemahaman. Menurut Munson kepemimpinan sebagai “kemampuan atau kesanggupan untuk menangani atau menggarap orang-orang sedemikian rupa untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan sekecil mungkin pergeseran dan sebesar mungkin kerjasama . . . kepemimpinan adalah kekuatan moral (Ingris morale = keimanan) yang kreatif dan direktif”. Istilah kepemimpinan disini berasal dari kata “pimpin” yang memiliki makna bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” tersebut kemudian lahirlah kata kerja yaitu “memimpin” atau membimbing yang kembali diikuti kata benda “pemimpin” atau orang memiliki tugas untuk memimpin atau membimbing. Pemimpin dikatakan sebagai seorang pemimpin menurut Bingham yaitu ketika seseorang yang memiliki sejumlah perangai dan watak yang memadai dari suatu kepribadian. Jadi seorang pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan demi tercapainya tujuan bersama dengan asas kepentingan bersama.
Berdasarkan sepengetahuan kita, pemimpin-pemimpin Indonesia masih dikatakan belum sukses secara keseluruhan walaupun sudah banyak pembangunan mapan di daerah-daerah tertentu. Namun, perlu diketahui bahwa kesejahteraan masyarakat Indonesia turun signifikan pada 2016 sesuai yang dimuat dalam  berita harian kompas.com dan dalam berita yang dimuat cnnindonesia.com yang menyatakan kesejahteraan menurun sesuai data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika bahwa kesejahteraan masyarakat turun yang ditandai dengan meningkatnya penduduk miskin diberbagai daerah di Indonesia. Jadi, seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang mencerminkan sikap kewibawaan dan tanggungjawab besar dan memiliki keahlian untuk membuat kebijakan serta memberikan dorongan-dorongan atau motivasi kepada bawahannya agar bertanggung jawab dalam setiap tugas yang dilimpahkan kepadanya.
Menurut pendapat saya, pemimpin yang baik adalah ia yang selalu mementingkan kepentingan umum diatas segala kepentingan-kepentingan lain. Serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan dapat mengatasi permasalahan secara bijaksana dan tepat sasaran. Hal tersbut dapat diselaraskan dengan sistem pemerintahan yang demokratis sepeti yang diterapkan di Indonesia pada saat ini. Bahkan Amerika Serikat yang sangat maju juga menggunakan sistem demokrasi untuk menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan warga negaranya. Dimana dalam sistem demokrasi, rakyat adalah pemegang kekuasaan terbesar namun tidak melupakan pemimpin atau presiden dalam proses pengesahan segala macam keputusan yang datang.
Menjadi pemimpin dalam sistem pemerintahan demokrasipun tidak dapat menjamin suatu bangsa atau organisasi pemerintahan ataupun nonpemerintah akan berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Karena sejatinya tidak ada sistem yang benar-benar sempurna. Seperti halnya pada sistem pemerintahan yang demokratis, yang memaksa pemimpin harus menampung segala masukan dan kritik dari berbagai pihak. Kemudian sulitnya memutuskan segala sesuatu yang telah menjadi pilihan mayoritas anggota juga menjadi penghambat bagi efektifitas pencapaian tujuan dalam suatu organisasi. Karena tidak semua keputusan mayoritas adalah keputusan yang memiliki nilai kemanfaatan lebih besar ketimbang keputusan yang hanya diakui oleh sebagian kecil anggota saja. Sehingga dari kasus tersebut akan berdampak pada berbelit-belitnya proses perdebatan untuk memperjuangkan keputusan terkait.
Disamping itu alasan saya memilih pemerintah yang demokratis karena adanya timbal balik antara pemimpin dan anggotanya. Dimana setiap anggota memiliki hak partisipasi yang sama sehingga meminimalisir adanya ketimpangan atau perampasan HAM. Namun kesuksesan menjadi seorang pemimpin kembali lagi pada bagaimana seorang pemimpin mampu untuk berlalu bijaksana dalam menyikapi berbagai masalah yang bermunculan. Karena banyaknya teori dan model dalam kepemimpinan begitu banyak dan kompleks.
Jadi jika saya menjadi seorang pemimpin, maka saya akan menjadi pemimpin yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan berdasarkan teori humanistik. Menurut teori ini, perlu adanya motivasi kepada pengikut, dengan memenuhi harapan dan memuaskan kebutuhan mereka. Kemudian didukung dengan variabel dalam pribadi pemimpin, dimana teori ini penting dalam menjalankan kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh John D. Millett yaitu:
a.       kemampuan melihat organisasi secara keseluruhan,
b.      kemampuan untuk mengambil keputusan-keputusan,
c.       kemampuan melimpahkan atau mendelegasikan wewenang serta,
d.      kemampuan menanamkan kesetiaan.
 Dengan Model Kontingensi (Fiedler Leadership Contingency Model) yaitu model yang dalam pendekatannya berusaha mengenali faktor-faktor yang paling penting dalam seperangkat situasi tertentu, dan meramalkan gaya kepemimpinan yang paling efektif dalam situasi tertentu.
Selain itu saya juga menginginkan menjadi pemimpin yang dalam keseharian selalu bercermin pada nilai-nilai dasar pancasila dan menanamkannya.


Daftar Pustaka:
Pamudji, S., Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 1982.

Comments

Popular posts from this blog

Lirik + Not Angka Lagu Symphony - Cleat Bandit feat. Zara Larsson dan terjemahan Indonesia

NOT Angka + Lirik dan Terjemahan lagu Faded~Alan Walker

Cerita di balik Surat Cinta Untuk Strala