ANALISIS KASUS KORUPSI BUPATI MOJOKERTO DALAM PERSPEKTIF ETIKA UNTUK MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE



ANALISIS KASUS KORUPSI BUPATI MOJOKERTO DALAM PERSPEKTIF ETIKA UNTUK MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE



ARTIKEL

Ditujukan guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Etika Administrasi



Oleh :

Annisiya Nuur Mey Riyanto                 160910201017
Gita Dewi Purwaningtyas                     160910201060
Eka Galuh Apriyanti                             160910201065

Dosen pengampu
Dr. Selfi Budi H. M.Si



JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2018
Belakangan ini banyak kasus korupsi yang berhasil ditangai oleh KPK. Salah satu kasus korupsi tersebut adalah kasus korupsi yang melibatkan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa yang akan kami analisis berdasarkan informasi yang kami dapat dari video di link https://www.youtube.com/watch?v=e-dl3IfT3hQ.


Dalam video tersebut menjelaskan bahwa, Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto 2 periode pada 2010-2015 dan pada periode 2016-2021 diduga terlibat dalam kasus korupsi. KPK menduga MKP telah menerima hadiah atau janji terkait pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015. Selain kasus penerimaan hadiah atau janji terkait pembangunan menara telekomunikasi tersebut, MKP juga terlibat dalam kasus proyek jalan cor dan proyek-proyek lainnya di Dinas PUPR tahun 2015.
Dari kasus gratifikasi tersebut, KPK telah menyita sekitar 20 mobil mewah milik MKP pada 5 mei 2018 yang diduga didapat dari berbagai proyek pemerintah Kab Mojokerto tahun anggaran 2010-2015. KPK menduga, hadiah atau janji yang diterima oleh Mustofa sekitar Rp 2,7 miliar. Sedangkan Mustofa bersama Kadis PUPR periode 2010-2015 Zaenal Abidin yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut, KPK menduga keduanya telah menerima aliran dana gratifikasi senilai Rp 3,7 miliar. 
Berdasarkan hasil penyidikan KPK yang telah mendatangkan berberapa saksi terkait kasus tersebut, KPK juga telah menetapkan Permit and Regulatory Division Head PT Tower Bersama Infrastructure Ockyanto (OKY) dan Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) Onggo Wijaya (OW) sebagai tersangka. Penetapan OKY dan OW sebagai tersangka karena diduga telah memberikan uang kepada MKP yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Uang tersebut diberikan atas maksud hadiah atau janji dari Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang dan Izin mendirikan bangunan (IMB) dari proyek Pembangunan Menara Telekomunlkasi di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015.
Berdasarkan informasi yang kelompok kami dapatkan dari analisis video diatas, kasus korupsi yang melibatkan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa dan beberapa pihak dari perusahaan terkait seperti Zaenal Abidin, OKY dan OW ini termasuk kedalam jenis Korupsi Tranlatif. Korupsi tranlatif ini merupakan korupsi yang timbul karena adanya kesepakatan timbal balik antara pemberi dan penerima keuntungan dan keduanya secara aktif mengusahakan keuntungan tersebut. Alasan mengapa kelompok kami berpendapat bahwa jenis korupsi yang dilakukan oleh bupati mojokerto tersebut merupakan korupsi tranlatif, karena berdasarkan video pada link https://www.youtube.com/watch?v=e-dl3IfT3hQ, kami menyimpulkan bupati Mojokerto dan pihak-pihak terkait bersama-sama menginginkan keuntungan dari aliran dana pemberian dan penerimaan uang senilai miliaran rupiah tersebut. Keuntungan yang diharapkan oleh pihak terkait merupakan motif utama dari terjadinya korupsi pada kasus bupati Mojokerto ini. Walaupun motif keuntungan yang diperoleh belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan aliran dana korupsi tersebut berguna untuk mempermudah proyek garapannya. Argumen itu berasal dari keterangan bupati Mojokerto (MKP) yang menyatakan bahwa uang yang diterimanya merupakan hadiah dan janji.
Kasus korupsi seperti ini kerap terjadi di Indonesia. Salah satunya karena adanya kebiasaan atau budaya yang ada di masyarakat Indonesia, seperti halnya selalu merasa sungkan atau merasa memiliki hutang budi kepada siapapun yang telah membantunya. Seperti misalnya, ketika masyarakat dilayani oleh pemerintah dan mereka merasa memiliki hutang budi, kemudian memberikan sesuatu untuk sekedar rasa terimakasih itu jelas secara tidak langsung akan membuat para birokrat tersebut sangat “manja”. Begitupun sebaliknya, ketika para birokrat melayani masyarakat kemungkinan mereka juga akan merasa sungkan ketika tidak mendahulukan orang yang memiliki hubungan kekerabatan maupun yang mampu membayar lebih besar kepada mereka. Selain itu, kebanyakan dari birokrat saat ini sering mengandalkan jabatan dan kekuasaan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Karena pada dasarnya, korupsi itu bisa timbul dari pengaruh-pengaruh pihak lain yang juga ingin memanfaatkan keadaan. Seperti pada kampanye-kampanye politik yang mahal dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik normal. Jika mereka berhasil terpilih dan menjabat sebagai wakil rakyat, pasti ada pihak yang ingin bekerja sama untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari kekuasaan tersebut seperti memanfaatkan proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Kondisi seperti ini yang nantinya dapat mendorong munculnya korupsi. Hal tersebut jelas tidak baik jika kita mengacu pada etika birokrasi, serta hal itu tidak mencerminkan ciri-ciri dari Good Governance.
Berdasarkan pada UNDP (United Nations Development Program) yang mengemukakan bahwa prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance), meliputi: partisipasi (participation), penegakan hukum (rule of law), transparansi (transparency), orientasi konsensus (consensus orientation), keadilan (equity), efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency), akuntabilitas (accountability), visi strategis (strategic vision) (Dede Rosyada dkk, 2003: 183). Kemudian, Selfi B. Helpiastuti menjelaskan dalam tulisannya yang berjudul Motivasi Kerja Perangkat Desa: Pendekatan Untuk Good Governance bahwa perangkat desa merupakan pejabat pelayanan publik yang dituntut untuk menjalankan tugasnya melayani masyarakat. Perangkat desa dalam hubungan sosial di desa dituakan, ditokohkan dan dipercaya oleh warga masyarakat desa untuk mengelola kehidupan publik maupun privat warga desa. Melihat betapa pentingnya peran dan tanggung jawab perangkat desa, perangkat desa dituntut untuk memiliki kemampuan, keahlian, tanggung jawab, dan jiwa rela berkorban dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat di atas kepentingan pribadi.

Berdasarkan tulisan di atas, maka semua yang berperan dalam birokrasi atau pemerintahan haruslah memiliki sifat dan perilaku yang amanah, adil dan bertanggung jawab atas segala kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. Serta selalu mementingkan kepentingan masyarakat dan mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat guna terwujudnya good governance, keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Jadi apapun jenisnya, korupsi tidak seharusnya dilakukan agar terciptanya good governance yang bertujuan untuk menjamin kepentingan pelayanan publik secara seimbang serta terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

Referensi :
Selfi Budi Helpiastuti. (tahun tidak tercantum). MOTIVASI KERJA PERANGKAT DESA: PENDEKATAN UNTUK GOOD GOVERNANCE.https://scholar.google.co.id/citations?user=pVUx-7YAAAAJ&hl=en.

Comments

Popular posts from this blog

Lirik + Not Angka Lagu Symphony - Cleat Bandit feat. Zara Larsson dan terjemahan Indonesia

NOT Angka + Lirik dan Terjemahan lagu Faded~Alan Walker

Cerita di balik Surat Cinta Untuk Strala