ARTI DAN URGENSINYA ETIKA POLITIK DAN PEMERINTAHAN BAGI BIROKRASI


ETIKA POLITIK DAN PEMERINTAHAN:
ARTI DAN URGENSINYA BAGI ETIKA BIROKRASI


Dosen Tamu :
Dr. Ahmad Buchari, S.IP., M.Si
Dosen Pengampu :
Dr. Selfi Budi H. M.Si

Oleh
Gita Dewi Purwaningtyas
NIM    160910201060


ILMU ADMINNISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2018




            Adanya keleluasaan serta kewenanagan atau diskresi yang telah diberikan kepada administrator publik sebagai aparatur negara dan pelaksana birokrasi menjadikan arti pentingnya etika bagi birokrasi pemerintahan. Selain itu John A.Rohr mempunyai pendapat yang sejalan akan pentingnya etika dalam birokrasi, menurutnya masalah moral atau etika jauh lebih memprihatinkan dan lebih fatal akibatnya dari pada kekeliruan manusia yang dilakukan dalam adminstrasi. Kedua hal tersebut dapat dibenarkan karena diskresi administrasi seperti yang kita ketahui bersama dapat menjadi “Starting poin” bagi masalah moral atau etika dalam dunia administrsi publik. Serta adanya persepsi bahwa para administrator ternyata dalam membuat keputusan cenderung didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan diluar rasionalitas atau diluar pertimbangan ekonomi dan efisiensi pendapat tersebut dikemukakan oleh Hebert A.Simon.
            Sebagai warga negara yang baik, kits harus mengetahui dan memahami setiap perkembangan politik yang sedang berlangsung khususnya di negaranya sendiri. Hampir semua urusan diatur oleh pemerintah sehingga apapun akan berkaitan dengan politik, seperti halnya dalam pendidikan, keamanan, pajak, hukum, lalu lintas bahkan urusan perparkiran juga diurus oleh pemerintah. Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur dan memaksa akan segala peraturan yang dibuatnya. Hal itu terlihat dari adanya sangsi serta denda yang diberikan kepada siapapun apabila tidak menaati peraturan. Namun  secara personal, kita sebagai warga negara bisa melakukan protes apabila aturan tersebut tidak dibuat dan dilaksanakan dengan semestinya.
Arti Penting Etika dalam Birokrasi           
Sebagai orang awam, pasti mempertanyakan mengapa politik begitu penting dalam setiap urusan sehingga penting pula untuk dipahami setiap warga negara. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab ketika kita telah mengatehui makna politik itu sendiri. Politik identik dengan kekuasaan, sedangkan menurut Crick politik adalah jalan memerintah masyarakat dengan proses diskusi yang bebas dan tanpa kekerasan dan pendapat lain juga berkata politik merupakan alokasi nilai yang otoritatif (Easton). Selain itu, politik dipandang sebagai konflik dimana terjadinya perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan dan perebutan dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai merupakan bagian dari politik. Tidak heran jika politik begitu penting untuk dipahami oleh setiap orang yang berbangsa dan bernegara guna mencapai kehidupan yang damai dan sejahtera.
Urgensi: Ketidaksesuaian Antara Realitas dan Harapan
Dewasa ini diketahui ditengah-tengah masa boomingnya dunia politik yang terjadi di Indonesia telah mengalami urgensi etika administrasi publik. Terjadinya urgensi tersebut menurut (Henry, 1995) dikarenakan adanya public interest atau kepentingan publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki tanggung jawab. Kedua, faktor lingkugan di dalam birokrasi yang memberikan pelayanan itu sendiri. Ketiga, karakteristik masyarakat publik yang sangat variatif sehingga memerlukan perlakuan khusus. Keempat, adanya peluang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika dalam pemberian pelayanan publik. Keempat hal tersebut harus diperhatikan guna tercapainya realitas yang sesuai dengan harapan. Namun yang sering terjadi, harapan dan kenyataan tidak sejalan.


Dengan terjadinya kondisi tersebut, dapat mengakibatkan orang awam langsung berpersepsi bahwa politik itu kotor, penuh intrik, oportunistik, munafik dan inkonsisten.


Beredarnya meme tentang politik seperti salah satunya gambar diatas menjadi bukti bahwa pemerintah belum dipercaya oleh masyarakat dan belum mampu bersikap adil. Hal yang demikian terjadi karena adanya krisis legitimasi, krisis kewenangan dan krisis kekuasaan yang disebabkan oleh, sumber legitimasi/wewenang atau kekuasaan telah berubah, perpecahan di tubuh pemegang legitimasi, tidak mampu memenuhi janji, perubahan penilaian (masyarakat) tentang sumber legitimasi atau wewenang. Krisis-krisis tersebut dapat diminimalisir dengan memahami prinsip dasar politik yang demokratis. Sistem politik demokratis pertama terdiri atas, tegaknya etika dan moralitas politik sebagai landasan kerja sistem politik, ekonomi dan sosial dalam horizon bernegara dan berbangsa. Kedua, tegaknya prinsip konstitusionalisme secara tegas melalui pelaksanaan dan kepatuhan terhadap supremasi hukum dalam masyarakat. Ketiga, diberlakukan dan dilaksanakannya mekanisme akuntabilitas publik, yakni mekanisme yang memosisikan semua pemegang jabatan publik sebagai pemegang amanat dari warga masyarakat sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban.
            Filosof Immanuel Kant menyindir bahwa ada dua watak yang terselip dalam insan politik. Pertama merpati, yaitu politisi yang lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealism. Kedua ular, yaitu politisi yang memiliki sifat licik dan jahat, serta selalu berupaya untuk memangsa merpati. Politisi yang memiliki sifat seperti ular jelas sudah melanggar etika dalam administrasi publik atau Mal-administrasi. Mal-administrasi merupakan suatu praktek yang menyimpang dari etika administrasi atau suatu praktek administrasi yang menjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi (Widodo, 2001). Pelanggaran bisa terjadi karena adanya ketidakjujuran, perilaku yang buruk, konflik kepentingan, melanggaran peraturan UU, perlakuan yang tidak adil terhadap bawahan dan segala hal yang tidak sesuai dengan etika administrasi.
Selain itu, faktor internal dan eksternal sangat berpengaruh terhadap etika. Faktor Internal, terdapat pada kepribadian seseorang yang berwujut niat, kemauan dan dorongan dalam diri seseorang yang melakukan pelanggaran. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar seorang yang melakukan pelanggaran seperti lemahnya peraturan, lemahnya kontrol, lingkungan kerja dan lain sebagainya yang memberikan peluang. Faktor-faktor tersebut muncul disebabkan oleh adanya budaya politik, sistem kepartaian dan politisi serta ekonomi politik antara sektor publik dan sektor privat. Sedangkan faktor-faktor penyebab pelanggaran etika administrasi yang sering terjadi di Indonesia dikarenakan adanya:
1.      Faktor politik, seperti kesenjangan akuntabilitas, transparansi, institusi demokrasi dan pers yang bebas
2.      Faktor ekonomi, adanya intervensi pemerintah yang ekstensif dalam perekonomian
3.      Faktor budaya Jawa, yaitu yang memiliki akar pada tradisi budaya masa lalu Indonesia, khususnya budaya yang berlaku di Jawa. Sejumlah praktek KKN mengakar pada kebiasaan Jawa kuno, sehingga untuk kemudian dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar. Kebiasan-kebiasan ini meliputi kebiasaan dalam memberikan hadiah kepada penguasa; loyalitas kepada keluarga yang lebih kuat dibandingkan kepada negara; serta konsep kekuasaan Jawa yang hirarkhis, tetap dan patrimoni.
Diantara faktor tersebut serta segala kekacauan yang terjadi di Indonesia, pendapat orang asing terhadap karakter bangsa indonesia adalah jujur, toleransi, cinta tanah air, disiplin, kerja keras serta saling menghargai antar suku, agama, budaya dan ras. Adanya pendapat tersebut yang terkadang tidak sesuai dikarenakan sifat-sifat yang tidak adil dan licik. Kebanyakan mereka yang melakukan pelanggaran etika selalu menunjukkan sikap yang baik, santun dan taat aturan di hadapan orang yang tidak mengenalnya terutama jika mereka golongan kelompok elit.
Hal tersebut merupakan etika yang buruk dimana etika berkaitan dengan pemikiran kritis dan mendasar mengenai ajaran-ajaran moral, yang berarti ajaran tentang apa yang dilarang dan apa yang wajib dilakukan oleh manusia supaya bisa menjadi baik. Moral sendiri bisa bersumber dari tradisi, adat, agama dan ideologi negara. Etika dan moral saling terkait, etika atau filsafat moral (Telchman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Kemudian etika politik memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Standar baik dalam konteks politik yang dimaksud, yaitu bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi, jika politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi atau golongan tertentu, dapat disebut etika politik yang buruk.
Etika Politik
Etika adalah ilmu tentang adat kebiasaan, pikiran sistematis tentang moralitas yang merupakan keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupan. Selain itu, etika menyangkut tentang suatu perilaku yang dapat diterima atau tidak oleh suatu masyarakat, terlepas dari benar atau salah. Etika tidak mengenal sanksi hukum formal, tapi hanya sanksi sosial. Tujuan etika adalah sebagai basis orientasi bertindak, sehingga kita tidak bersikap naif atau bersikap ekstrim dengan menganggap norma-norma pribadi kita lebih baik daripada orang lain. Ketika etika digabungkan dengan politik, dapat menimbulkan beberapa masalah, seperti jika terjadi:
a.       Tindakan politik atau pemerintahan harus didasarkan pada hukum formal. Sementara etika tidak ada sanksi hukum formalnya.
b.      Kekuasaan harus bersifat demokratis, di mana keputusan didasarkan pada suara terbanyak dengan tidak mengabaikan suara minoritas. Namun, birokrasi tidak bisa berjalan jika tanpa kerahasiaan padahal politik mensyaratkan adanya keterbukaan.
c.       Dari sisi moral, politik berlaku umum sehingga norma-normanya berada di atas norma lokal. Padahal kenyataannya, politik bekerja atas dasar norma-norma lokal.
Pada tataran filosofis, konseptual, dan praktis, politik harus senantiasa disandingkan dengan etika mengingat kekuasaan sebagai obyek politik cenderung bersifat memusat bahkan mengarah pada perilaku korupsi. Apabila tidak dikontrol oleh etika, maka pihak yang berkuasa dapat dengan seenaknya mempermainkan dan memanipulasi rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Agar tidak terjadi tabrakan antara etika dan politik maka harus diperharikan unsur etika politik berikut:
a.       Decision making process sifatnya partisipatif. Maksudnya, sedapat mungkin melibatkan banyak orang. Tidak dianggap etis, jika pengambilan keputusan politik tidak melibatkan banyak orang.
  1. Membedakan antara pendapat pribadi dan pendapat kelompok sehingga pembicaraannya selalu terfokus dengan batasan yang tegas.
  2. Manusia bukan dewa, maksudnya politik adalah urusan manusia, sehingga setiap orang bisa mengkritik dan bisa dikritik.
  3. Menghormati dan mengutamakan nilai dan kebiasaan lokal dalam persuasi dan negosiasi.
  4. Menggunakan bahasa yang santun saat mengutarakan argumen atau pendapat.
Selain unsur etika politik diatas etika politik dalam berpartai juga tak kalah penting. Sebagai suatu organisasi modern, partai-partai politik dituntut untuk mengembangkan etika berpartai secara modern dengan cara:
a.       Etika kepemimpinan yang demokratis dan kolegial
b.      Etika berorganisasi atas dasar distribusi kekuasaan yang terdiferensiasi
c.       Etika pertanggungjawaban secara publik yang semuanya dilembagakan melalui mekanisme internal partai yang disepakati bersama.
Melalui etika berpartai semacam itu, partai-partai tidak hanya diharapkan menjadi wadah pendidikan politik dan pembentukan kepemimpinan, tetapi juga bisa menjadi basis bagi pelembagaan demokrasi pada tingkat nasional. Selain itu, penerapan budaya malu untuk melakukan segala pelanggaran dapat ditanamkan agar menumbuhkan etika politik yang baik. Pada etika politik dalam berpartai, terdapat pula isu-isu etika berpartai yang negative campaign, politik uang dan lain-lain. Agar meminimalisir isu dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dapat menerapkan persyaratan etika dalam parpol yaitu:
1.      Dimensi organisasi dan institusi yaitu tradisi berorganisasi secara rasional, kolegial, demokratis, dan bertanggung jawab di dalam partai.
2.      Dimensi kepemimpinan yang berorientasi sikap, tingkah laku dan kematangan etis.
3.      Dimensi ideologi yaitu konsistensi antara nilai dengan perilaku.
4.      Dimensi taktik dan strategi, memperjuangan kebijakan publik yang tepat.
Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis dengan bercirikan etika politik baik serta menjungjung tinggi hak asasi manusia dapat dilakukan dengan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan Negara. Selain itu, kita sebagai generasi penerus juga harus menanam etika yang baik mulai saat ini agar kesalahan dan kegagalan yang terjadi tidak pernah terjadi lagi dimasa mendatang. Serta siap untuk menjadi agen of chenge, ketika mendapati pelanggaran etika maupun hukum harus lapor dan memperjuangkan keadilan.

Comments

Popular posts from this blog

Lirik + Not Angka Lagu Symphony - Cleat Bandit feat. Zara Larsson dan terjemahan Indonesia

NOT Angka + Lirik dan Terjemahan lagu Faded~Alan Walker

Cerita di balik Surat Cinta Untuk Strala